Apa yang Saya harap saya lakukan saat memulai komedi

David Sugiarto
6 min readOct 11, 2021

Sebelumnya, tulisan ini gue buat untuk “merayakan” sekaligus merenungkan perjalanan gue selama 1 Tahun mempelajari seni membuat orang tertawa, tentu bakal subjektif dan mungkin ada hal yang lu nggak setuju saat membaca ini.

Masih di sini? oke.

Latar Belakang (biar kerasa kayak skripsi)

Sedikit kisah, gue pertama kali mengenal dan mempelajari seni komedi di tahun 2020. Gue mulai semua ini belajar otodidak, memulai dengan DM temen yang pernah stand up, dan dia akhirnya mengumpulkan cina-cina tolol yang pengen belajar stand-up di masa pandemi ini dengan membuat komunitas pelit tawa.

Sayangnya komunitas itu lebih terasa seperti komunitas orang buta yang sama-sama pengen nyebrang negara, nggak ada senior buat ngasih masukan dan Nggak ada yang bisa ditanya-tanyain, jadi mau nggak mau tetep butuh belajar sendiri, mengais video tutorial kesana kemari untuk dasar-dasar penulisan stand-up comedy, mengadakan open mic kecil-kecilan via zoom untuk menguji seberapa kuat kemaluan kami.. eh, maksudnya kuat nahan malu gara-gara sering ngebom..

Menurut gue, problem utama di pergerakan Stand up komedi di indonesia adalah sulitnya tau baby steps yang jelas untuk mulai masuk, terjun, dan menjajal Stand-up comedy itu sendiri. Banyak sekali sih video tentang penulisan, delivery, gimmick atau apapun itu, tapi tidak banyak yang menjelaskan “dari mana memulainya” khususnya untuk orang yang tidak terlalu asik di tongkrongan seperti saya, referensi minim, celetukan cuma mentok “bengek hyung”, jokes kodian dari buku jokes BBM kocak seger dan masih banyak lagi hal memalukan lain.

Tanpa tetek bengek lagi, ini yang gue rasa akan gue lakukan kalo gue bisa mengulang kembali proses gue belajar komedi:

1. Referensi Humor

Ini adalah dasar segala dasar waktu belajar komedi. apa sih kesukaan kita. Ngelewatin tahap ini tuh ibarat mau jadi chef tapi nggak tau selera makanannya apa, jadi apapun yang dia masak nggak punya ciri khas.

Saya merasa agak menyesal melewati poin ini, makanya di awal-awal gue berkomedi sangat sulit buat nentuin “ini lucu nggak sih?” Gue selalu bingung waktu raditya dika bilang

“Waktu kita berkomedi orang pertama yang menikmati karya nya harus kita dulu”.

Soalnya menurut gue “kan harus di uji dulu ngab?” dan ini kesalahan pertama gue, open mic cuma asal nulis sesuatu yang gue nggak tau bakal lucu nggak asal “pola jokes” nya ada.

Pertanyaan nya sekarang bekembang menjadi “Terus gimana cara meningkatkan selera humor?” jawaban dari pertanyaan ini gue dapet waktu ikut Semedi Komedi IHIK3 tentang level humor, bersama shifu-shifu humor senior. gue masih inget menanyakan pertanyaan ini dan dijawab oleh pak Yasser Fikri kalo cara paling simpel ya mulai dari menjadi konsumen komedi dulu. bahkan beliau kalau senggang akan langsung menonton video-video lucu di youtube. padahal ngaca aja udah lucu sih, pak.

Dari mengkonsumsi dan mengetahui jokes-jokes seperti apa sih yang menurut gue lucu, mulai muncul pertanyaan berikutnya “Kenapa bisa lucu?” dari sana gue mulai membedah jokesnya setelah ketawa. jangan dibalik, soalnya: “dissecting the frog, will kill the frog” (membedah kataknya bakal membunuh kataknya).

Intinya, penting untuk tau jawaban dari pertanyaan “Siapa komedian favorit mu? apa jokesnya yang paling memorable? dan kenapa?”

mungkin itu yang bakal ditanyain duluan kalo ada malaikat yang ngefilter orang awam jadi komedian…

2. Referensi Topik

Komedi sebagian besar terdiri dari 2 hal yang khas banget tapi ditubrukin jadi 1. Bahkan dalam meme, menurut penjelasan Eno Bening ini penting banget, untuk punya 2 referensi/unsur yang ditubrukkin.

Bahkan ada tutorial menulis joke oleh Jerry Coreley yang dimulai dari melakukan list dari 2 macam hal terlebih dahulu lalu digabungkan menjadi sebuah joke. Jadi penting untuk komedian memiliki referensi yang luas terhadap topik yang ingin dibecandain.

pertanyaan, “Gimana cara perbanyak referensi ngab?” ya.. nongkrong, nonton, baca berita dan menurut gue tetep yang paling efektif semua hal ini di rangkum menjadi Mind-map

Mind-map menurut gue tetep jadi alat yang powerful buat menggali topik, nyari hal detail apa yang mungkin lucu dan banyak hal lagi. seringkali sesuatu yang lucu itu malah di “detail” nya.

Mind-map bisa berfungsi nyari premis, set-up, bahkan punchline. Tapi yang paling penting dengan membuat mind-map informasi cabang itu tersimpan di daftar referensi gue, dan waktu nulis bahkan topik yang mungkin nggak ada hubungannya, otak gue bisa nemuin koneksinya.

Intinya mind map membantu untuk menggali materi dan melatih kepekaan otak buat menggali potensi komedi waktu ngobservasi sesuatu yang mungkin sekilas nggak lucu.

“Riset, perlu nggak sih?”

ini jebakan yang gue sesali pernah gue lakukan. Riset adalah hal yang bagus, buat nyari premis atau kejadian untuk dijadikan topik. Riset adalah ide buruk waktu gue nyari jawaban dari pertanyaan “kenapa?”, soalnya itu langsung menghapus jawaban “bodoh” yang mungkin bisa gue temuin dari pertanyaan kenapa itu. di panggung komedi tentu jauh lebih penting menemukan jawaban koyol yang bisa diketawain daripada jawaban cerdas yang bikin satu ruangan ngerasa salah daftar seminar.

Bahkan hal ini pun ditekankan juga di buku “Stand-up comedy: the book” by judy carter:

“sebuah jokes yang baik adalah kontras dari set-up menuju punchline.”

kalau Set-up nya berita dan Punchline nya berita juga kontras nya dimana? yaa mungkin di bomb-slide nya.

Dalam berkomedi gue harus lebih disiplin mengingatkan diri, yang terpenting harus lucu bukannya bener.

3. Cara membunuh ketakutan open mic

ini internal jokes di kalangan komunitas saya pelit tawa, kami ini hampir belajar komedi 1 tahun tapi yang nggak berubah adalah mental pussy/penakutnya. Maka itu gue nggak pernah sekalipun open mic diluar komunitas ini dan cuma open mic 1 bulan sekali, itu aja kalo ada member lain yang emang mau naik.

Ketakutan open mic ini menurut gue wajar banget, gue takut abis untuk memulai, takut nggak lucu dan kayaknya sih sedikit banyak gue kena star syndrome sih jadi ngerasa harus lucu/perfek yang mana bodoh sekali. Tapi ketakutan open mic juga yang akan bikin gue lebih ngotot buat nulis sebaik-baiknya karena ada yang nonton.

Justru bahaya kalo open mic udah nggak se-menegangkan itu, itu bakal bikin gue terlena untuk nggak membuat yang terbaik, karena syaraf malu gue udah kebal kalo ngebom, dan akhirnya nggak akan meningkatkan skill apapun dalam Stand-up gue.

Tapi ketakutan buat ngetes materi dan ngebom ini sirna waktu komunitas beranggota cina pussy ini diajak oleh komunitas stand up lain membuat mini-show.

Agak gila dan ekstrim memang kalau dipikir-pikir untuk sekumpulan orang awam yang nggak lucu lucu banget, dan lebih banyak sipit-sipit kepsir (tipis-tipis rispek maksudnya) malah buat mini-show berdurasi masing-masin orang 10 menit. Tapi belum mulai aja gue udah mendulang manfaat dari keputusan tergila (dan mungkin terbodoh) dalam tahun ini.

Setelah gue dan temen-temen setuju ikutan di mini show, ketakutan ngebom di open mic berasa nggak semenakutkan itu daripada ngebom di mini-show, mengingat soalnya mini-shownya bayar. Beberapa hari setelah gue bilang setuju, gue langsung kena anxiety attack dan nulis materi sebanyak-banyaknya.

dan boom! gue pecah telor beruntun dalam 1 minggu, pertama gue akhirnya berani open mic diluar komunitas sendiri via zoom dan kedua gue akhirnya bisa merasakan panggung beneran pertama kalinya. Walaupun nggak lucu, tapi it’s like the moment of life. Akhirnya yang gue hibur nggak cuma kalangan cina-kristen, tapi ada orang luar, disautin mba-mba muslim. kapan lagi?

sedihnya kualitas videonya setara film bokep, dan sejujurnya kaki gue gemetar

4. Punya Goal/Mimpi

Ini simpel, selalu gue abaikan, tapi ternyata penting. Gue sangat tertohok waktu denger sharing komik nasional Dzawin Nur Ikram dalam disiplin pembuatan goal-goal nya waktu awal dia berkarya sebagai komik.

Gue sadar mungkin motivasi gue dalam ber sten-ap nggak sebesar bang Dzawin dan kroni-kroninya, tapi tetep goal itu perlu kalo emang mau berkembang jadi komik..

Karena goal, gue mengalahkan ketakutan open mic. karena goal gue sadar open mic ngebom itu buat evaluasi bukannya menyerah. karena goal, gue punya kompas, waktu nulis materi. karena goal, gue tau cara mengatur ritme gue dalam menulis, belajar, berlatih.

Goal harus spesifik, dan yang gue dapet dari diskusi dengan beberapa komik ya mau nggak mau paling gampang lewat bikin mini show. Bikin mini show ini penting soalnya mendisiplin kita menulis, berlatih, dan jadi kompas buat kemana arah materi gue harusnya.

oke udah cukup kalimat motivasinya, gue mulai mual..

ya mungkin terlalu dini sih dan mungkin nggak ada yang peduli, tapi buat gue mini-goal dalam berkomedi sejauh ini adalah bisa stand-up di Comedy Central Indonesia.

Mari kita lihat apakah cina tolol ini akan patah harapan dan tetap jadi pecundang budak korporat atau dia bisa mewujudkan mimpinya manggung di Comedy Central menghibur rakyat yang lebih luas.. walaupun tetap jadi budak korporat, dan pecundang di hal lain juga.

Terimakasih udah membaca!

--

--

David Sugiarto
0 Followers

Self Proclimed Comedian, World Proclaimed Engineer, God Proclaimed Son